Tuesday, January 12, 2016

Nanik S Deyang

Sang Presiden Mustadh'afin

By Faatima Seven

SUDAH lama sekali aku ingin menulis tentang sosok satu ini. Di mataku, ia laksana sosok peri yang selalu mencuri waktu-waktu bersama keluarganya demi pergi turba menghibur para dhuafa. Perhatiannya pada kalangan dhuafa mengingatkanku pada kisah-kisah hikmah tentang para arif yang selalu bergerilya di tengah malam demi memastikan diri bahwa malam yang dijalaninya tidak menyisakan satu perutpun yang kelaparan.
Itulah yang dilakukannya bersama Jaringan Merah Putih atau JMP - sebuah komunitas yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat dan berjuang menghidupkan perekonomian rakyat. Sungguh sebuah visi yang tak semua orang bisa menjadi istiqomah di dalamnya.

Dan itulah Nanik S Deyang (NSD). Perempuan mantan Wartawan yang menjadi pengusaha namun juga memiliki kepedulian terhadap keberlangsungan politik yang bernurani. Ia memang tidak sendirian dalam mengarunginya. Ia menyadari betul bahwa ia butuh tangan dan pikiran lain yang seide dengannya dan memiliki kepedulian yang minimal sama dengan harapannya. Maka, kalangan ibu-ibu sosialita yang berada di dekatnya pun digarapnya, diketuk hatinya untuk memberikan tempat di ruang hati mereka bagi kalangan mustadh’afin.



Sebegitu besar hasratku untuk menulis tentangnya, begitu kompleks pula aral yang menghalangiku. Sebuah tulisan yang menunggu kalanya sendiri untuk menjadi cerita. Padahal, saat ulangtahunku di bulan September lalu, Nanik S Deyang sudah memberiku izin untuk menulis tentangnya. “Ini adalah hadiah saya buat ulang tahunmu,” katanya.

Akupun menerimanya dengan suka cita. Tapi... itulah yang terjadi. Kendatipun tulisan itu sudah menjadi sekumpulan paragraf, namun tak jua bisa masuk di blogku. Adaa saja kendalanya. Mulai dari Mac tuaku yang ngadat dan tak bisa ngupdate blog hingga transfer tulisan yang tidak kompatibel format filenya. Pengalaman yang aneh. Benar-benar aneh. Dan kiranya, kinilah kala yang tepat itu... saat ulang tahunnya.

Presiden Mustadh’afin.
Jarang sekali aku melihat orang yang bisa istiqomah dengan cita-citanya terhadap orang lain. Maka Nanik S Deyang pun menjadi contoh yang jarang itu. Halaman Facebooknya menjadi media pribadinya untuk mengajak dan menyeru orang lain demi berbagi bahu bersamanya dalam mempedulikan nasib kalangan yang kurang berkecukupan. Ia menjadi corong bagi wong cilik yang sesungguhnya tanpa motif politik sama sekali. Ia mnginspirasi banyak orang untuk rajin sedekah. Secara informil, ia telah menjadi badan amil yang dipercaya berbagai kalangan untuk mendistribusikan sedekah mereka pada yang hak. Rumahnya di kawasan Cibubur telah menyerupai layaknya dapur umum besar dengan berbagai tumpukan karton berisi persediaan makanan ataupun bahan sandang yang siap didistribusikan di beberapa ruangan. Ia telah begitu total mengabdikan dirinya sebagai umi para fuqara. Maka, akupun menggelarinya Presiden Mustadh'afin - Presiden kaum dhuafa.


Tiap hari dan malam ia bergerak bersama orang-orangnya di JMP untuk mendistribusikan nasi bungkus. Dibanding siapapun, sepertinya Nanik S Deyang lah yang paling tahu kantong-kantong kemiskinan di wilayah jabodetabek. Ia juga akrab dengan para pedagang kecil di berbagai pasar becek karena ia seringkali turun sendiri menemui para pedagang sayuran dan sembako demi mendapatkan bahan-bahan makanan. Walaupun ia adalah seorang Bos dari sebuah grup media, ia lebih suka belanja di pasar tradisional. Bukan saja karena murah, tetapi semata-mata karena visinya yang bertekad mendukung, memajukan dan menghidupkan perekenomian rakyat. Hatinya sangat susah melihat kehidupan kaum kecil yang makin susah. Kesusahan hatinya itupun konon wujud rasa penyesalannya karena pernah menjadi Tim Sukses Jokowi di pilgub dulu. Bisa dibilang, dialah salah seorang yang harus bertanggungjawab dengan keadaan negara kini karena ialah yang dulu membawa Jokowi dari Solo dan memperkenalkannya pada berbagai kalangan di Jakarta. Ia juga yang pernah babak belur mendukung Jokowi secara moril dan material dalam perjalanan Jokowi menuju DKI 1. Maka ucapnya... “Saya ingin menebus dosa saya pada rakyat. Hanya ini yang bisa saya lakukan.”

Antara Nanik Dey, Oprah Winfrey Dan Prabowo Subianto.
Sebagai pribadi, Ibu dari dua putera ini adalah pribadi yang keras dan tangguh dalam berjuang merealisasikan harapan dan cita-citanya. Tetapi, ia juga seorang yang halus dan emosional ketika menyaksikan penderitaan orang lain. Ia menangis melihat wajah-wajah memelas yang tak seberuntung dirinya dalam hal kesejahteran. Ia menangis mengetahui nasib para veteran yang tak mendapatkan keadilan di jaman kemerdekaan negara kini. Ia sesungguhnya bukan menangis tetapi menangisi. Menangisi kesusahan orang lain. Itulah rasa empati tertinggi seorang hamba. Kedekatan profil ini juga mengingatkanku pada sosok humanis Oprah Winfrey. Siapa yang tak tersentuh dengan solidaritas kemanusiaan yang dilakukan Oprah terhadap mustadh’afin di berbagai belahan dunia. Siapa yang tak terketuk hati tatkala Oprah bisa membuat para milyarder dunia menjadi bagian dari sponsor aktifitas kemanusiaannya. Oprah Winfrey adalah mantan Wartawan yang menjadi milyarder. Dan dengan kekayaannya ia mengimani spirit Bunda Theresa dalam menyantuni fakir miskin serta memudahkan setiap  kesusahan orang lain yang diketahuinya.
Prabowo Subianto di acara ulang tahun Nanik Deyang.
Kiprah dan sepak terjang Nanik Deyang dalam kemanusiaan persis Oprah. Juga latar belakang profesi keduanya sebagai Jurnalis. Secara merendah, Nanik Deyang selalu mengakui dan menyadari bahwa ia lemah dalam kepahaman tentang agama. Maka dengan sengaja ia selalu menjauhkan diri dari wacana itu dan baginya... hal agama bukanlah wilayahnya. Tak ada perdebatan tentang itu. Dalam keyakinannya sebagai muslim, ia hanya ingin menjadi hamba yang baik yang diridhaiNya serta menjadi manusia yang berguna pula bagi orang lain. Kekagumanku secara pribadi terhadapnya juga berawal dari kesamaan profesi sebagai Wartawan. Di jaman yang serba global di mana setiap orang bisa bebas mengekspresikan pikiran dan gagasan melalui media-media sosial dan jaringan, Wartawan bernurani menjadi langka. Punah tergilas mesin oportunitas. Hampir tak tersisa sama sekali karena idealisme mereka telah dicuci bersih oleh kepentingan bisnis dan politik. Degradasi kepercayaan terhadap pers pun menjadi sangat memalukan. Menikam langsung dari depan. Dalam contoh yang langka inipun, Nanik S Deyang menjadi simbol. Maka, tak heran bila Sang Negarawan Prabowo Subianto pun memberi ruang yang cukup di hatinya buat Presiden Mustadh’afin ini. Dengan cara mengejutkan yang didesain oleh para ajudannya terhadap perayaan ulang tahun Nanik Deyang, Jumat, 8 Januari malam lalu,  Prabowo datang dan memberikan sambutan yang cukup lama bahkan bernyanyi bersama hingga tujuh lagu. Dalam sambutannya di acara ulang tahun Nanik Dey di Wedangan 200, Jalan Fatmawati itu... Prabowo berpesan, “Mbak Nanik Deyang, tetaplah menjadi wakil saya dalam mempedulikan kehidupan para mustadh’afin”.

Malam itu, Nanik S Deyang seolah menjadi manusia paling berbahagia di dunia. Wajahnya bersinar cerah dan riang sekali seolah wajah yang tak pernah menangis. Aktifitasnya yang selalu ingin membahagiakan orang lain seolah dibayar lunas Sang Rabb dengan mengirimkan Prabowo Subianto ke malam perayaan ulang tahunnya. Kehadiran Prabowo itupun menegaskan bahwa Nanik S Deyang memang memiliki tempat yang spesial di hati tokoh nasional dan juga internasional itu.

Itulah sekilas Nanik S Deyang. Sebegitu banyak orang yang menyukainya, maka banyak pula yang membenci dan mencibirnya. Ia bahkan sering dikhianati oleh orang-orang di dekatnya. Hal yang biasa dalam kehidupan sesungguhnya sebagaimana kehidupan diciptakan dalam konsep yin yang. Yang jelas, ia hampir tak pernah mendendam pada para pengkhianatnya. Ketika mereka datang kembali padanya dengan keadaan yang tak lebih baik, ia akan merangkul mereka kembali dan memenuhi harapan mereka darinya. Keteladanan itu diakuinya diserap dari sikap dan pribadi Prabowo Subianto. “Prabowo itu... entah dari apa hatinya dibuat. Pemaaf dan penyayang,” katanya.

Selamat ulang tahun, Mbak Nanikku.
Semoga Allah Ta'ala menguatkan kekuasaan dan kemampuanmu dalam menyantuni para dhuafa dan memperluas gerakanmu dalam mengasihi dan merawat para mustadh'afin yang notabene adalah kalangan yang sangat dicintai Allah Ta’ala sebagaimana firmanNya, “Aku ada dalam wajah-wajah kemiskinan di depanmu.”

Oh ya, satu hal lainnya yang membuat respekku mengkristal padanya adalah... ia bukanlah perempuan  perokok. So cool, yes?.  (*)