Thursday, September 11, 2014

Antara Prabowo, Ahok Dan Bekas DKI 1

By iReviewu

MEMIKIRKAN tiga orang ini, jadi terlintas tiba-tiba lagu lawas seorang penyanyi 'country' dalam negeri...

... tabir gelap, yang dulu hinggap
lambat laun mulai terungkaap...

Kita tahu, bahwa naik dan mengemukanya Jokowi Ahok adalah hasil perjuangan dan kegigihan Prabowo Subianto mengusung mereka. Pada saat Megawati sendiri bahkan tak yakin tentang kualitas Jokowi yang notabene baru saja urban dari Solo. Bahkan ketika Megawati mengaku tak punya cukup uang untuk membiayai perjalanan Joko Dodo menuju kursi DKI 1.

Dan begitu pula yang terjadi dengan Ahok alias Basuki Purnama yang urban dari Bangka Belitung. Lingkaran Prabowo sudah menentangnya terang-terangan dan tak meyakininya pula. Tapi, Prabowo ternyata menafikan keraguan semua orang dan kalangannya. Ia, dengan tekad dan upayanya sendiri, justeru makin yakin dengan keputusannya. Makin idenya tak dianggap populer, makin ia gigih memperjuangkannya dengan segala daya. Bahkan meyakinkan semua orang di lingkungan dan di kalangannya. 

Kun fa yakun ! Rabbnya Prabowo membantunya mewujudkan tekadnya. Maka... jadilah Jokowi sebagai DKI 1 dan Ahok sebagai DKI 2 sambil menuai berbagai kecaman dari beberapa pihak. Dan Prabowo merasa bahagia untuk itu. Dan ia memang pantas bahagia karena perjuangannya berhasil. Ia berhasil menghapus dikotomi bahwa etnis Tionghoa tak bisa memegang kendali posisi pimpinan di Indonesia karena cuma minoritas. Dan sepertinya memang tekad ini yang memicu Prabowo dalam mengusung Ahok. Prabowo punya komitmen untuk menghapus dikotomi itu. Baginya semua warga negara Indonesia berhak mendapat kesempatan sejauh ia layak. Dalam hal ini, Prabowo sangat adil. Dan dalam hal 'pengolahan'... Prabowo layaknya si Raja Midas. Apapun yang disentuhnya... jadi emas !

Prabowo Dan Dua Anak Asuhnya.

Dan dua emas itu kini sedang berkilau. Dan memang dianggap logam emas oleh setengah rakyat Indonesia. Artinya... logam tanpa cacat. Murni. Di mata para pendukungnya, Jokowi Ahok tanpa cela sama sekali. Kasus Trans Jakarta dianggap angin lalu, kasus Esemka dianggap fitnah. Mereka, para pecintanya... bungkam 'ngabigeu' sambil menutup mata rapat-rapat.

Jokowi Ahok Mengajar Rakyatnya Cara Berkhianat

Di tradisi manapun, di berbagai belahan dunia... di berbagai sejarah peradadaban manusia, pengkhianat selalu dianggap rendah. Julukannya dalam bahasa Inggris, 'rat'. Tikus. Dan dalam hukum peperangan, darahnya halal untuk ditumpahkan.

Nistanya, dengan tanpa ragu dan  malu, Jokowi dan Ahok telah mendemonstrasikan cara berkhianat secara terang-terangan. Disaksikan seluruh rakyat Indonesia, dimonitor oleh dunia (yang mendukungnya untuk culas). Dalam taktik politik, hal itu memang sah-sah saja. Bahkan makin licik, makin licin dia. Bersikap jujur dan ikhlas dalam dunia politik dianggap kebodohan dan keterbelakangan. Haram itu. Takkan pernah maju. Kalau ada yang berani maju dengan kualitas langka seperti itu, pastinya dia harus siap dengan segudang  perbekalan 'amunisi' dan siap diamputasi. Orang-orang seperti mereka menganggap dunia politik adalah dunia tanpa campur tangan Tuhan Allah karena tuhan di dunia politik adalah 3K - kepentingan, kekuasaan dan kekayaan. Dan masa sucinya adalah masa kampanye. 

Pendidikan politik yang licik dan culas, berhasil didemonstrasikan Jokowi Ahok dengan testimoni moralnya yang dapat nilai A alias Amoral. Ahok dengan gaya bicaranya yang 'brangasan' dan semprul, dianggap angin segar oleh pendukungnya. Padahal... buat sebagian orang sih... bikin miris. Masa seorang pejabat tidak tahu cara berkata yang santun? Sudah separah itukah pengetahuan bahasa dan budayanya? Ampun dah !